Sultan Ageng Tirtayasa (1631 - 1683) atau Sultan Abdul
Fathi Abdul Fattah atau Pangeran Ratu Ing Banten adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang
menjadi sultan Banten periode 1640 - 1650. Ketika kecil, ia
bergelar Pangeran Surya. Ketika
ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya
meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa
berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak dikabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di kesultanan Banten pada periode 1651 - 1653. Ia memimpin
banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian
monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa
menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa
ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi,
Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah
baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh yusuf
sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara
kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk
menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan
Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin .
Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli
strategi perang berhasil membina mental para prajurit Banten dengan cara
mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar ,
dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama
Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya.
Selain mengembangkan
perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga untuk memperluas
pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna
mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk sejak awal abad
ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang
tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten. VOC yang
mulai terancam oleh pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas pada tahun
1655 mengusulkan kepada Sultan Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang
sudah hampir 10 tahun dibuat oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan
dengan tegas bersikap tidak merasa pelu memperbaruinya selama pihak Kompeni
ingin menang sendiri.
Meskipun disibukkan dengan
urusan konflik dengan VOC, Sultan tetap melakukan upaya-upaya pembangunan
dengan membuat saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan
transportasi dalam peperangan. Upaya itu berarti pula meningkatkan produksi
pertanian yang erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat serta untuk
kepentingan logistik jika mengadapi peperangan. Karena Sultan banyak
mengusahakan pengairan dengan melaksanakan penggalian saluran-saluran
menghubungkan sungai-sungai yang membentang sepanjang pesisir utara, maka atas
jasa-jasanya ia digelari Sultan Ageng Tirtayasa.
Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik
dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan
dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai
dikunjungi para pedaganga asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang,
Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari
Eropa yang bersahabat, dengan Inggris, Prancis ,
Denmark , dan
Turki.
Sultan Ageng Tirtayasa
telah membawa Banten ke puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan
pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan
perangnya yang sangat disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan
meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara
aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkoar pada setiap postingan